Setelah sekitar 7 tahun beroperasi, Transjakarta atau yang lebih dikenal dengan Busway, ternyata tidak berhasil mengatasi kemacetan Jakarta atau menjadi transportasi cepat massal pilihan warga ibukota. Entah apakah memang Pemerintah (ie Dishub, Pemprov DKI, PU dll) tidak mengerti atau tidak mampu melakukan perubahan radikal untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Program Transjakarta dibiarkan berdiri sendiri dan mereka (Pemerintah) dengan lugunya berharap program ini akan sukses. Ada beberapa hal yang menyebabkan Transjakarta tidak berhasil mengatasi kemacetan Jakarta, yaitu :
- Tidak ada integrasi rute Transjakarta dengan rute bus kota reguler lainya. Jalur yang dilalui Transjakarta dibiarkan bertumpang tinding dengan rute bus kota reguler sehingga pemakaian ruas jalan tidak efisien. Tidak dilakukan pengaturan ulang rute bus/ kopaja/metromini/angkot dengan rute transjakarta sehingga tidak saling mendukung satu sama lain
- Tidak ada fasilitas resmi yang aman untuk memarkir kendaraan dan naik Transjakarta. Banyak pengendara mobil yang sebenarnya ingin beralih menggunakan Transjakarta namun karena tidak adanya tempat parkir resmi yang aman untuk meninggalkan mobil maka hal ini batal dilaksanakan
- Tidak ada manajemen armada yang baik di saat-saat jam sibuk. Penambahan armada saat jam sibuk (berangkat kantor, makan siang dan pulang kantor) masih belum maksimal. Antrian yang cukup panjang dan sulitnya untuk dapat masuk Transjakarta, membatalkan niat sebagian besar orang (yang diharapkan beralih dari kendaraan pribadi yang nyaman) untuk menggunakan Transjakarta atau dengan kata lain, tidak terjadi konversi pengguna kendaraan pribadi. Mereka yg saat ini berdesak-desakan di dalam Tranjakarta ialah mereka yang selama ini terbiasa berdesak-desakan di dalam bus reguler
- Pembangunan jalur busway tidak diikuti dengan studi kelayakan lalu lintas yang baik. Dampak pembangunan jalur busway tidak diikuti dengan pembenahan jalan raya yang benar dan memadai untuk laju lalu lintas jalur tersebut. Sebagai contoh jalur Warung Buncit - Kuningan (Koridor 6), dibeberapa ruas, lebar jalan sudah ditambah menjadi 2-3 lajur sepanjang beberapa kilometer, namun menjelang perempatan Tendean yang bahkan sudah diperlebar menjadi 5 lajur, ada satu dua titik (spot/daerah kecil) yang menjorok ke dalam sehingga terjadi penyempitan hingga praktis hanya bisa dilewati satu lajur yang menyebabkan antrian yang sangat panjang di pagi hari sekitar 2 km dari arah Pejaten yang harus ditempuh dalam waktu 30-40 menit. Semua pelebaran jalan tidak ada artinya jika masih ada titik sumbatan. Dibutuhkan sarjana teknik berkualitas untuk dapat mengerti konsep teori antrian/bottleneck
- Pembangunan jalur busway dibeberapa tempat menghilangkan pembatas jalur lambat. Karena jalanan yang sempit juga dipaksakan untuk jalur busway, maka terpaksa jalur lambat ditiadakan. Akibatnya bus reguler, sepeda motor dan mobil bersatu padu dalam lajur yang tersisa. Hal ini menjadi buruk karena para sopir bus reguler yang kesadaran berlalu lintasnya tidak setinggi setoran yang harus dikejarnya dengan bebas berpindah jalur dari kiri ke kanan ke kiri untuk mengambil penumpang, menyalip bus yang lain, bahkan ikut masuk lajur busway, lalu dengan tanpa bersalah berpindah lagi ke kiri untuk menaikkan penumpang selanjutnya. Tentunya para sopir ini sama sekali tidak perduli dengan kemacetan yang ditimbulkannya
Masih ada banyak hal lagi yang bisa ditingkatkan oleh Pemerintah dan pengelola Transjakarta untuk membuat pelayanannya dapat disetarakan dengan SMRT Singapura atau Skytrain Thailand, namun setidaknya 5 hal diatas harus dibenahi terlebih dahulu agar masalah dasar transjakarta dapat teratasi dan memberikan kontribusi nyata dalam pengurangan kemacetan di Jakarta. Semoga!