Pagi ini running text di CNN mengabarkan bahwa harga minyak mentah dunia mencapai rekor harga tertinggi pada US 115/barrel atau sekitar Rp 6900/liter mentah (dengan nilai tukar 1 US = Rp 9500). Kalau sudah diolah menjadi bensin Premium plus pajak dan transport (Pertamina umumnya membeli crude dari MOPS, Singapore) harganya menjadi Rp 8500/liter. Kalau saat ini Pertamina masih menjual Premium seharga Rp 4500/liter artinya Pemerintah bakal nombok Rp 4000/liter.
Memang kalau dibandingkan dengan negara2 utama OPEC, harga bensin bersubsidi di Indonesia masih lebih mahal, misalnya di UAE bensin dijual US 1.73/gal atau Rp 4325/liter, di Qatar US 1.14/gal atau Rp 2850/liter dan di Arab Saudi US 1.27/gal atau Rp 3175/liter.
Kalau di negara non OPEC seperti Thailand, harga bensin setara Premium saat ini sekitar 31B/liter (Rp 8500/liter), mirip dengan estimasi saya akan harga 'asli' Premium di Indonesia.
Masalahnya ialah, perekonomian Indonesia tidaklah sesolid dan sekuat negara OPEC lainnya (well except Iraq perhaps). Silakan simak buku "Confessions of an Economic Hit Man" -nya John Perkins, anda akan tahu bagaimana pondasi ekonomi Indonesia selama Orde Baru dibangun atas hutang2 luar negeri dengan prediksi pertumbuhan ekonomi yang sangat dilebih-lebihkan melampaui batas kemampuan negeri ini untuk melunasinya, belum termasuk faktor-faktor korupsi dan penyelewengan dana lainnya.
Saya termasuk orang yang pragmatis, mungkin terkesan kurang idealis, tapi dengan kondisi seperti ini, di mana Pemerintah mensubsidi hampir 50% dari harga bensin, sama saja dengan meninabobokan masyarakat, menyimpan bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak dengan dahysat
Masalahnya ialah, perekonomian Indonesia tidaklah sesolid dan sekuat negara OPEC lainnya (well except Iraq perhaps). Silakan simak buku "Confessions of an Economic Hit Man" -nya John Perkins, anda akan tahu bagaimana pondasi ekonomi Indonesia selama Orde Baru dibangun atas hutang2 luar negeri dengan prediksi pertumbuhan ekonomi yang sangat dilebih-lebihkan melampaui batas kemampuan negeri ini untuk melunasinya, belum termasuk faktor-faktor korupsi dan penyelewengan dana lainnya.
Saya termasuk orang yang pragmatis, mungkin terkesan kurang idealis, tapi dengan kondisi seperti ini, di mana Pemerintah mensubsidi hampir 50% dari harga bensin, sama saja dengan meninabobokan masyarakat, menyimpan bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak dengan dahysat
No comments:
Post a Comment