Akibat terus melambungnya harga minyak mentah (Crude Oil) dari kisaran 70 US/barrel pada April tahun lalu hingga menembus 100 US/barrel April ini membuat Pemerintah harus menghitung ulang subsidi BBM yang harus dikeluarkan.
Pada prinsipnya saya setuju dengan pembatasan BBM (baca: Premium) dan perlunya upaya-upaya penyelamatan agar subsidi BBM tidak kian membengkak. Namun saya tidak setuju jika mekanisme pembatasan dilakukan dengan menggunakan smart card karena solusi ini terlalu kompleks (baca: hi tech) dan bahkan bisa jadi akan menelan biaya yang lebih mahal dari penghematan yang diharapkan.
Kalau saya analogikan, pemberian smart card untuk pembatasan BBM serupa dengan menganggarkan Rp 22juta untuk laptop para anggota DPR. Bukannya saya ngiri sama Tukul, tapi Rp 22juta untuk sebuah laptop adalah keterlaluan, kalau memang para anggota DPR itu butuh laptop, ya mbok dibelikan saja yang pantas, seharusnya merk dalam negeri (zyrex, wearness, axioo dll), apalagi pembelian dalam partai besar, pasti di bawah Rp 10juta sudah dapat yang lebih dari cukup (as if they know the difference between celeron, centrino, dual core and core 2 duo).
Ketika saya masih kuliah, dosen-dosen saya selalu berkata, pakailah prinsip KISS - Keep It Simple, Stupid dalam setiap perancangan, seperti dalam 2 anekdot berikut ini.
Ketika salah satu perusahaan kosmetika ternama di Jepang mendapat komplain dari salah satu pelanggannya yang membeli kemasan yang ternyata tidak berisi produk, maka sang chief engineer perusahaan tersebut bekerja keras siang malam untuk mendesain online x-ray scanner yang dapat mendeteksi kemasan yang tidak terisi produk langsung pada packing line dengan biaya ratusan ribu yen. Sementara salah satu operator menemukan ide yang tepat guna dan jauh lebih sederhana dengan meletakkan sebuah kompresor udara di samping konveyor yang akan secara otomatis meniup jatuh kemasan yang tidak berisi produk.
Ketika NASA mengeluarkan biaya jutaan dolar untuk mengembangkan zero gravity pen, Rusia memilih menggunakan pensil.
So, saya tidak mempermasalahkan pembatasan BBM itu sendiri, melainkan mekanismenya. Teknologi sejenis smart card seperti RFID atau proximity card akan lebih berdaya guna kalau diterapkan sebagai mekanisme pembayaran jalan tol, sehingga mempercepat antrian sehingga mengurangi kemacetan seperti yang sudah diterapkan di Singapura (ERP - Electronic Road Pricing) dan Malaysia (ETC - Electronic Toll Collection).
Dua faktor utama yang signifikan ialah jumlah pemakai dan jumlah stasiun transaksi yang harus disediakan masih dapat dikelola, diawasi dan dirawat secara mudah. Secara teori, tidak semua pengendara mobil di Indonesia rutin melewati jalan tol dibandingkan jumlah pengendara yang harus dibatasi penggunaan Premium-nya, dan jumlah pintu tol di Indonesia pun masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah SPBU-nya.
Lalu bagaimana cara membatasi pemakaian BBM? (baca blog saya berikutnya....)
Blog Announcement
Indonesiana - Anything about Indonesia
Gadget and Stuff - Gadget review and opinion
Destination Asia - Travel review
I hope you enjoy the new format...
Gadget and Stuff - Gadget review and opinion
Destination Asia - Travel review
I hope you enjoy the new format...
Saturday, April 5, 2008
Smart Card dan Pembatasan BBM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tukeran Blog link Yuk! Tulis alamat Blog mu di Buku Tamu (kolom sebelah kanan) kalau kita sependapat, maka Situs Blog mu akan dicantumkan di halaman ini.
No comments:
Post a Comment